Heni Puspita

Blogger Mom | Photography Enthusiast | Home Education Facilitator

Tahan Jempol Saat Bermedsos, Jangan Hiasi Linimasa Kita dengan Cacian


Tahan Jempol Saat Bermedsos, Jangan Hiasi Linimasa Kita dengan Cacian. Medsos terbukti nggak pernah sepi. Ada aja topik yang sedang hot salah satunya adalah tentang ejekan kepada tokoh publik. Nggak jarang saya melihat orang dewasa yang dengan entengnya membuat status ejekan untuk orang yang punya beda pendapat. Bahkan mengejek tokoh publik.


Saya cuma bisa geleng-geleng sambil curcol di blog ini. Mudah banget memang nulis ejekan di dunia maya. Soalnya nggak langsung ketemu orangnya. Trus berasa kayak ga bakal ada yang mempermasalahkan. Well, ternyata kita salah.

Baca: Minggir Dong, Mas! (Catatan Penghuni Gang Sekolahan).

Selain dicatat sebagai perbuatan yang nggak baik oleh malaikat, Allah tahu, dan warganet juga tahu. Tinggal screencap screencap, jadi viral deh, trus baru nyesel dan minta maaf. Setelah itu tinggal timbul perdebatan baru, apakah dengan maaf selesai begitu saja atau harus dibawa ke jalur hukum. Ah sudahlah saya nggak mau membahas yang ini.

Pixabay.com

Baca kasus-kasus begitu jadi pengingat aja buat saya. Mau nggak kalau anak sendiri jadi pelaku penghinaan terhadap ulama dan presiden? Ya nggak maulah. Naudzubillah jangan sampai. Trus apa yang harus diingat?



Yang harus diingat ya hati-hati dan tahan jempol saat bermedsos. Jangan sampai keluar status atau komen hinaan cacian ke orang lain siapapun itu. Apalagi yang dihina adalah ulama dan presiden. Talk about myself, mau menghina ulama sementara ilmu agama dan ibadah aja masih banyak banget PRnya.

Baca: Diserempet Pengendara Motor yang Serampangan.

Mau menghina presiden? Siapapun capres pilihan saya 2014 lalu atau 2019 nanti, saya masih punya gengsi sebagai warga negara Indonesia kalau mau menghina kepala negara sendiri. Nggak suka sama program-programnya? Tapi haruskah dengan mudahnya menghina dengan kata-kata kasar di medsos? 

Mau menghina orang yang menghina ulama dan presiden? Nggak perlu. Kalau gitu kita sama aja dong dengan mereka.

Baca: Nyaris Kehilangan Motor di Masjid.

Bagaimana kalau orang-orang yang kita kenal baca status kita yang mengandung hinaan? Lebih parah lagi kalau ada yang anaknya yang sudah remaja sudah kenal medsos trus baca status orangtuanya kok kasar sekali? Apalagi kalau sampai jadi viral dan diperkarakan, duh malunyaaaaa. Belum lagi kalau mempengaruhi orang untuk ikut menghina dan menganggap hal tersebut biasa di medsos.

Pixabay.com

Sorry, baik di dunia nyata maupun maya buat saya menghina mencaci orang lain itu bukan hal yang patut disebut biasa. Jadi sayapun nggak mau anak-anak menganggap hinaan, cacian, ejekan itu biasa. Nggak sependapat sama orangnya? Silakan. Tapi ada etika yang harus kita jaga. Nggak perlu lontarkan caci maki yang toh nggak membuat kita terlihat lebih baik dibanding orang yang kita hina.

Comments

back to top