Postingan kali ini masih nggak jauh-jauh dari tema fitrah seksualitas. Ini juga yang jadi tema Home Sharing komunitas Ibu Profesional Lampung hari Sabtu 13 Oktober lalu.
Kenapa sih merasa perlu membahas hal ini? Buat saya pribadi karena tantangan mendidik anak itu makin besar, Mams. Para ibu dibuat H2C dengan berita seputar pornografi, pergaulan bebas dan penyimpangan seksual.
Pengertian Fitrah Seksualitas
Tapi sebenarnya pendidikan fitrah seksualitas bukan hanya untuk mencegah hal-hal negatif tadi saja. Menurut Ust. Harry Santosa, penulis buku Fitrah Based Education, fitrah seksualitas adalah
Tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai seorang laki-laki sejati atau sebagai perempuan sejati.
Mendidik fitrah seksualitas ini bukan hanya tugas ibu lho, tapi juga tugas ayah mulai dari anak lahir sampai aqil baligh (usia 15 tahun).
Tujuannya Apa?
Supaya pada akhirnya fitrah seksualitas tumbuh paripurna dan tercapailah 'Fitrah Keayahan Sejati' dan 'Fitrah Keibuan Sejati'.
Naaah, ternyata pendidikan fitrah seksualitas bukan hanya untuk mencegah anak dari dampak pornografi, pergaulan bebas, atau penyimpangan seksual ya. Mungkin pernah dengar curhatan sesama ibu-ibu kalau suaminya cuek nggak mau terlibat dalam pendidikan anak.
Atau ada ibu-ibu yang dingin banget sama anak-anaknya, jarang memeluk, membelai mereka. Ternyata bisa jadi ada sesuatu yang hilang dalam pendidikan fitrah seksualitasnya.
Ini nih fitrah peran ayah dan ibu:
Fitrah Peran Ayah
1. Penanggung jawab pendidikan
2. Man of vision and mission
3. Sang ego dan individualitas
4. Pembangun sistem berpikir
5. Suplier maskulinitas
6. Penegak profesionalisme
7. Konsultan pendidikan
8. The person of "tega"
Fitrah Peran Ibu
1. Pelaksana harian pendidikan
2. Person of love and sincerity
3. Sang harmoni dan sinergi
4. Pemilik moralitas dan nurani
5. Suplier femininitas
6. Pembangun hati dan rasa
7. Berbasis pengorbanan
8. Sang "pembasuh luka"
Untuk materi lain seputar fitrah seksualitas bisa dibaca-baca di blog ini juga ya. Karena di Kelas Bunda Sayang Ibu Profesional juga topik ini jadi bahasan di Level 11. Selain itu ada materi home sharing yang bisa diunduh dalam bentuk PDF.
Kebetulan saya nih yang dicolek untuk membuat rangkuman materinya dan menyajikannya bersama anggota IP Lampung yang lain yaitu Mbak Resi Wulansari dan Mbak Suci Desmarita.
Meski judulnya home sharing, tapi acara kemarin berlokasi di lantai 2 Gummati Cafe di Jalan ZA Pagar Alam. Alhamdulillah cukup nyaman untuk anak-anak yang ikut acaranya. Apalagi ada menu-menu yang bisa jadi camilan anak-anak.
Sebelum acara dimulai sayapun sempat nyicipin menu pisang kejunya buat pengganjal perut. Btw, Rayyaan dan Razqa mana? Kan hari Sabtu, jadi biarlah gantian ngintilin Papanya dulu ha ha.
Ternyata memang seru membahas fitrah seksualitas, karena bisa saling sharing berbagi pengalaman dan bertanya-tanya dengan ibu-ibu lain.
Saya juga banyak belajar khususnya dari ibu-ibu yang punya anak laki-laki yang lebih besar. Apa aja ya yang jadi obrolan kami?
1. Penyebutan Nama Alat Kelamin yang Tepat
Memang awalnya risih ya memulai menyebut penis dan vagina. Padahal kan itu bahasa ilmiah ya bukan bahasa yang nggak sopan.
Tapi karena pada umumnya istilah ini dianggap masih tabu kecuali di pelajaran biologi haha, ditambah lagi kalau ortu jaman old biasanya juga menganggap tabu urusan pendidikan seksualitas.
Namun sebaiknya memang menggunakan istilah yang tepat. Setidaknya di rumah dengan ayah ibunya sendiri. Nada penyebutannya pun biasa aja, Mama. Sama dengan menyebut anggota tubuh yang lain. Jadi nggak perlu kayak alergi or parno gitu menyebutkannya hi hi.
Sejak usia berapa bisa diberi tahu? Sedari kecil jadi idealnya usia 3 tahun sudah aware nama alat kelamin yang benar dan sudah tau dirinya laki-laki atau perempuan.
Gimana ngasi tau kalau laki-laki dan perempuan beda? Apalagi kalau nggak punya adik perempuan? Khan ibunya perempuan he he.
Jadi bisa diberi tahu dengan singkat aja, kalau ayah, kakak, adik laki-laki, punyanya penis. Kalau ibu perempuan, pipisnya lewat vagina. Segitu aja dulu fungsi alat kelamin yang diketahui.
2. Anak Perempuan Pakai Baju Lucu tapi Mini
Yang ini sih saya belum pernah mengalami, soalnya belum punya anak perempuan he he. Dari sharing member IP Lampung yang punya anak perempuan, memang baju anak perempuan itu lucu-lucu ya.
Kadang juga sering melihat anak-anak pakai baju bagus-bagus tapi maaf mini-mini. Misalnya hot pants dengan tank top.
Kalau begitu ke anak bisa dijelaskan, pakai baju seperti itu kalau mau tidur saja. Selain itu terutama kalau mau pergi, biasakan menutup aurat. Anak kecil memang belum ada kewajiban menutup aurat dengan baju panjang dan hijab/jilbab, tapi bisa dibiasakan senyamannya anak. Setidaknya tidak membiasakan anak keluar rumah dengan pakaian minim meski bajunya bagus.
3. Anak Mengomentari Penampilan Orang Dewasa
Anak-anak kan kadang blak-blakan ya bicaranya. Bagaimana kalau tiba-tiba nyeletuk "Ma, kok tante itu bajunya pendek banget?" atau "Kok Kakak itu nggak pakai jilbab?"
Deg-degan juga ya kalau begini. Ada rasa nggak enak di hati kalau orangnya dengar meski apa yang diucapkan anak benar he he. Intinya sih memberikan pemahaman kalau ada orang yang membuat pilihan yang berbeda tentang menutup aurat, ada juga yang mungkin beragama lain dan di ajaran agamanya tidak ada perintah untuk menutup aurat (berhijab).
Anak tetap diajarkan dan dibiasakan menutup aurat dan kalau melihat sesama Muslim yang belum melakukan hal tersebut, didoakan saja semoga secepatnya menutup aurat/berhijab.
4. Diledek Pacaran Oleh Teman Sekolah
Anak-anak SD nih biasanya ada yang mulai suka cieee-cieee in temannya kalau pas ada yang dudjk berdekatan. Ada juga yang diledek pacaran. Hmmm... Anak SD kok sudah ngerti istilah pacaran sih, nonton sinetron di mana nih? Hi hi hi
Trus gimana tuh ya? Takut salah menjelaskan dan anak jadi mengira kalau ga boleh suka sama lawan jenis. Kan berabeee.
Ya sebenarnya sih harusnya anak SD apalagi yang kelas bawah mah belum ngerti pacar-pacaran ya. Tapi anak TK aja ada yang sudah bisa ngirim surat naksir-naksiran, nah lho ahahah.
Warning nih, Mams. Jangan-jangan lingkungan sekeliling anak yang tanpa sadar ikt 'mengajari' anak soal hal itu.
Makanya sebenarnya saya nggak suka kalau ada yang bilang begini ke Rayyaan atau Razqa "Tuh ada cewek tuh, cantik cantik." Ih bilang aja "Ada temen gitu lho".
Trus kalau udah terlanjur diledek-ledek pacaran gitu gimana? Salah satu tips dari member IP Lampung, dijelaskan aja.
Kalau laki-laki dan perempuan sudah besar itu menikah seperti Ayah dan Bunda. Kalau masih kecil itu cuma teman, bukan pacaran. Dan sesama teman boleh saling bantu.
5. Pisah Tempat Tidur
Di usia tertentu kan anak harus sudah pisah tempat tidur. Bagaimana ya dengan anak usia 8-9 tahun belum mau tidur di kamar sendiri?
Sebelumnya anak bisa diajak mendesain kamar sesuai keinginannya. Setelah itu bisa latihan tidur ditemani dulu dan saat sudah tidur, ayah/ibu pindah ke kamar.
Tapi memang biasanya butuh proses dan sambil dijelaskan kalau si kakak tidur di kamar sendiri bukan berarti tidak disayang lagi atau sudah disisihkan. Dari orangtua juga harus ikhlas melepas anaknya tidur di kamarnya sendiri.
6. Pengaruh Tontonan untuk Anak
Di materi hasil diskusi Kelas Bunda Sayang disebutkan kalau anak bisa terpapar pornografi dari tontonan, termasuk dari televisi. Bentuknya seperti apa ya? Bisa jadi anak tidak sengaja melihat adegan yang tidak cocok untuk anak-anak.
Yang berlangganan TV kabel juga harus hati-hati nih, karena kalau lupa mengamankan channel, ada channel luar negeri yang tayangan serialnya tuh banyak adegan dewasa.
Jadi memang harus pilih-pilih tontonan untuk anak. Gampangnya sih untuk anak yang sudah kenal huruf, beri tahu kalau yang boleh ditonton hanya yang ada kode A atau SU, yang artinya tontonan untuk Anak atau Semua Umur.
A/SU: Anak / Semua Umur
BO/A: Bimbingan Orangtua / Anak (batasan usia 4 s/d 7 tahun)
BO: Bimbingan Orangtua (batasan usia 5 s/d 12 tahun)
BO - R/R: Bimbingan Orangtua - Remaja (batasan usia 13 s/d 16 tahun)
D: Dewasa (batasan usia minimal 17 tahun)
Tapi tetap sih ya kalau kata saya mah sinetron di TV nasional banyak ngeselinnya daripada manfaatnya ha ha. Meski anak sudah lebih besar mending ajak nonton yang lain yang lebih bermanfaat.
Tontonan di internet seperti Youtube juga harus diwaspadai. Selain pakai mode terbatas, tetap sambil diintip dan ditanya anaknya nonton apa. Karena sekarang banyak konten negatif termasuk LGBT yang disamarkan dalam bentuk kartun anak-anak!
Oh iya, nggak semua film kartun juga cocok untuk anak-anak. Kalau mau ajak anak nonton film ntah DVD or di bioskop, biasakan cari reviewnya dulu untuk tahu apakah cocok untuk anak atau tidak.
7. Anak Laki-Laki dan Mimpi Basah
Soal ini yang lebih tepat menjelaskan adalah ayahnya. Jadi para bapak yang punya anak laki-laki, ini PR ya he he.
Apalagi anak sekarang tuh cenderung lebih cepat besar. Kalau banyak anak perempuan sudah mengalami menstruasi saat SD, anak laki-laki juga ada yang sudah mengalami mimpi basah.
Bisa jadi mereka mendengar istilah tersebut dari seseorang trus minta penjelasan ke ortunya. Jangan dianggap tabu ya. Menjelaskannya bisa dengan mengajak ngobrol empat mata sambil jalan-jalan atau makan siang berdua saja ayah dengan anak.
“Ayah mengajak anak lelakinya pada peran dan aktifitas kelelakian pada kehidupan dan sosialnya, termasuk menjelaskan mimpi basah, fungsi sperma dan mandi wajib." begitu kurang lebih cara mempersiapkan dan menjelaskan tentang hal ini menurut Ust. Harry Santosa.
8. Melindungi Anak dari Predator
Ini bahasan yang nggak kalah penting. Percaya nggak percaya predator anak itu ada lho. Bahkan bisa jadi punya modus mendekati anak-anak di lingkungan perumahan dan sekitar masjid. Hiih... Salah satu cara merayu korban adalah dengan uang atau menawarkan meminjamkan handphone.
Ngeri banget deh... Kan jadi parno mau ngizinin anak main di luar rumah. Tapi sampai kapan coba mau dikekepin terusss???
Makanya sesama tetangga memang harus peduli dan saling melindungi ya. Selain itu ajarkan anak tentang sentuhan boleh dan tidak boleh (ada lagunya lho). Yuk belajar lagu Sentuhan Boleh dan Sentuhan Tidak Boleh bersama Bunda Linda Dwi Hapsari.
Nah itu dia beberapa poin yang jadi bahan obrolan di home sharing hari Minggu lalu. Mudah-mudahan sih nggak ada yang terlupa he he. By the way jangan lupa ya mengunduh file PDF materinya.
Jangan hanya dibaca sendiri tapi juga ajak suami dan teman-teman kita membaca materinya. Karena yang berperan dalam pendidikan fitrah seksualitas ini adalah selain jadi tugas orang tua (orang tua yang utama) juga tugas kita semua.
"Orangtua adalah yang utama melalui pendidikan agama yang
dianut, pemenuhan kebutuhan kasih sayang, serta komunikasi
yang baik.
Sekolah, dalam pendidikan agama, biologi, dan olahraga.
Masyarakat, pengawasan anak sejak dini dan bila memungkinkan
kita ikut menjaga, mengawasi, dan mengedukasi masyarakat
sekitar."
Home sharing yang bermanfaat ya mba , banyak juga ilmu parenting yg saya dapat :a
ReplyDelete